Kamis, 06 Maret 2014

Senyum Tara




                Pagi ini tidak seperti biasanya,  aku menyambut pagi dengan muka kusut dan malas. Tidak ada semangat untuk hari ini. Tak ada sepatah katapun terucap saat aku makan pagi bersama kedua orang tuaku. Aku masih kesal dan belum bisa menerima ke pindahan ini.
Papa di pindah tugaskan di sini dan kami dengan terpaksa harus ikut dengan papa. Tanpa berpamitan aku langsung bergegas berangkat ke sekolah menggunakan sepeda. Sepeda ini  hadiah dari Papa saat aku ber ulang tahun, tahun lalu.

.....
                Seiring berjalannya waktu, aku sudah bisa menerima ke pindahan ini. Cukup lama aku bisa beradaptasi dengan lingkungan baru karena aku bukan tipe orang yang mudah beradaptasi dengan lingkungan baru.
......
                Malam ini cukup cerah, bintang menerangi langit malam dengan cahaya yang gemerlap dan nampak cantik.
                Setiap malam aku selalu berada di kamar, ini sudah menjadi tempat favoritku. Aku habiskan waktuku disini untuk berbagai hal, tentunya juga memandang bintang dari balkon kamarku.
                Saat sedang asik menatap bintang-bintang di langit, tiba-tiba ada seseorang yang memanggil namaku. Suaranya terdengar dari depan kamarku.
“Heiiii tasya! Sedang apa kamu disitu?” teriaknya dari balkon kamarnya
Ternyata yang memanggilku adalah Tara. Tara adalah tetangga depan rumahku.
“Lagi melihat bintang, kamu ngapain juga malam-malam begini di balkon?” jawabku juga dengan teriakan
“Aku juga lagi ngeliat bintang nih” jawabnya
                Tiba-tiba Tara mengambil tangga dari kamarnya. Aku bingung, apa yang akan dia lakukan malam-malam begini dengan tangganya.
                Setelah Tara di bawah, dia mengarahkan tangga itu menuju balkon kamarku.
“Hei kamu mau ngapain pake naik kesini segala?” tanyaku bingung
“Oh nggak apa-apa kok, aku cuma mau ngobrol aja denganmu. Ternyata kita sama ya, sama-sama suka ngeliat bintang”
Percakapanku dengan Tara malam ini sangat menarik, sampai-sampai aku tidak sadar waktu sudah semakin larut.
“Udah sana kamu pulang Tar, nggak enak kalo papa mama dan tetangga liat kita berduaan gini, ntar di kira kita ngapa-ngapain lagi” kataku memotong pembicaraan
“Ya deh..aku pulang ya. Good night my shine star”
“Iya nggak usah pake gombal juga, kamu hati-hati ya turunnya”
......
                Pagi ini cukup cerah, kali ini Tasya merasa sangat semangat sekali. Ada sesuatu yang berbeda dengannya hari ini. Mungkin karena pertemuannya dengan Tara semalam.
                Tiba-tiba Tara sudah berada di ruang tamu, ternyata dia sudah datang lebih awal. Mama sudah cukup mengenal Tara dengan baik  karena Tara adalah anak dari sahabat Mama.
“Pagi Tasya, yuk berangkat ke sekolah” ajak Tara
“Ya udah, yuk kita berangkat”
Kami berangkat menggunakan sepeda. Aku selalu membonceng Tara karena setiap aku ingin menggunakan sepedaku sendiri Tara selalu tidak mengijinkan.
...........
Waktu terus berjalan, aku dan Tara semakin dekat. Aku menganggap Tara sebagai kakak dan aku sangat menyayanginya.
Setiap kali aku merasa sedih, aku selalu di hibur Tara. Tara sering memberiku sebuah bunga dan mengajakku ke rumah pohon hanya untuk supaya melihat aku tersenyum kembali.
Setiap malam aku dan Tara sering melihat bintang di balkon kamar. Tara tetap menggunakan tangga karena dia tidak suka menemuiku lewat pintu.
Orang tua kami tentunya tidak mengetahui kebiasaan kami yang setiap malam selalu melihat bintang dan mengobrol  banyak hal yang tidak penting hingga larut malam.
............
Keesokan harinya

Sampai tiba-tiba aku mendapat kabar siang harinya bahwa Tara di larikan ke rumah sakit. Aku sungguh terkejut dan cepat-cepat menuju ke rumah sakit setelah sekolah usai.
............
Dengan pelan aku membuka pintu ruangan Tara di rawat. Tara terbaring lemas di atas tempat tidur pasien. Aku berjalan mendekati Tara dan membiarkan air mataku jatuh perlahan. Entak karena apa aku tiba-tiba menangis, aku hanya khawati dengan Tara, aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk dengannya.
Lalu tiba-tiba Mama Tara memanggilku dan mengajakku keluar ruangan. Mama Tara mengatakan kepadaku bahwa Tara mengalami penyakit jantung dan harus di lakukan transplantasi jantung tapi melihat kondisi Tara yang tidak memungkinkan dokter tidak berani mengambil tindakan untuk cangkok jantung karena sudah tidak ada harapan dan tinggal menunggu waktu.
Mendengar hal itu aku langsung tertunduk lemas, aku tidak tau harus mengatakan apa  lagi. Aku tidak bisa menahan air mataku kali ini, aku langsung menuju ke ruangan Tara, Mama Tara menunggu di luar karena dia mungkin mengerti apa yang aku rasakan saat ini. Mama Tara juga nampak tak kuasa menahan air mata, tidak menyangka bahwa ini semua terjadi pada Tara.
Aku duduk di dekat Tara, aku memegang tangannya begitu erat . Aku menangis di tangan Tara dan mengatakan bahwa aku sungguh menyanyanginya.
“Tara, terima kasih ya selama ini sudah ada untukku dan meyanyangiku. Aku tidak akan pernah melupakanmu” kataku dengan menangis
................
Entah kenapa aku tidak bisa menganggap Tara lebih, aku menyanyangi Tara hanya sebatas kakak. Kakak yang selalu ada untukku.
.................
Selang beberapa hari setelah kejadian itu, aku terbiasa menikmati bintang malam sendiri di atas balkon. Aku merasa kehilangan sosok Tara, sosok kakak yang selama ini ada untukku, yang selalu menghiburku dengan bunga lalu mengajakku ke rumah pohon, memboncengkan aku dengan sepedanya, dan tentunya merindukan melihat bintang malam di atas balkon ini.  Aku tersenyum jika mengingat kejadian itu.  Sekarang aku tidak akan pernah melihat senyum Tara lagi setiap harinya. Aku sungguh merindukan Tara, seandainya waktu bisa diulang, tapi aku percaya bahwa Tara sudah bahagia bersama bintang-bintang cerah di atas langit malam saat ini.

2 komentar: