Magelang terletak di tengah Kabupaten Magelang.
Dahulu Kota Magelang adalah ibukota dari Kabupaten Magelang sebelum mendapat
kebijakan untuk mengurus rumah tangga sendiri sebagai kota baru. Kota Magelang
merupakan kota yang sangat strategis karena berada di jalur utama
Semarang-Yogyakarta. Hari jadi Kota Magelang di tetapkan tanggal 11April 907
Masehi. Kota Magelang mengawali sejarahnya sebagai desa perdikan Mantyasih,
yang saat ini dikenal dengan Kampung Meteseh di Kelurahan Magelang.
Mantyasih
kemudian berubah menjadi Meteseh, sedangkan Glangglang berubah menjadi
Magelang. Dalam prasasti ini disebut pula Desa Mantyasih yang ditetapkan oleh
Sri Maharaja Rake Watukara Dyah Balitung sebagai Desa Perdikan atau daerah
bebas pajak yang di pimpin oleh pejabat patih. Ketika Inggris menguasai
Magelang pada abad ke 18 diangkatlah Mas Ngabehi Danukromo sebagai Bupati
pertama. Bupati ini yang kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan
membangun Alun-alun, bangunan tempat tinggal Bupati serta sebuah masjid.
Setelah pemerintahan Inggris ditaklukkan oleh Belanda, kedudukan Magelang
semakin kuat. Kota Magelang dijadikan pusat lalu lintas perekonomian. Selain
itu karena letaknya yang strategis dengan udara Magelang yang nyaman serta
pemandangannya yang indah kemudian Magelang dijadikan Kota Militer. Pemerintah
Belanda saat itu terus melengkapi sarana
dan prasarana perkotaan. Menara air minum dibangun di tengah-tengah kota pada
tahun 1918, perusahaan mulai beroperasi tahun 1927 dan jalan-jalan arteri
diperkeras dan diaspal. Kota Magelang terdiri dari 3 kecamatan, yakni Magelang
Utara, Magelang Selatan, dan Magelang Tengah yang dibagi-bagi lagi sejumlah
kelurahan.
Suasana
Magelang pada Era Kolonial sangat ramai dan tenang, udaranya juga sejuk karena
posisi Magelang yang di kelilingi 7 gunung. Keadaan jalan Magelang tempo dulu
masih berdebu dan berbatu. Magelang berada di tengah-tengah antara kota
Semarang, Yogyakarta dan Purworejo dan memiliki nilai strategis dalam pelayanan
angkutan umum pada masanya. Angkutan ini tidak hanya melayani ke kota Semarang,
Yogyakarta, dan Purworejo saja tetapi juga ke kota-kota kecil di sekitarnya.
Angkutan umum itu berupa otobis, oplet, bemo ataupun kereta api. Angkutan bis
saat tempo dulu juga sangat beragam, ada yang masih memakai lantai dan pintu
kayu ataupun sudah sedikit modern. Salah satu bis di jaman Belanda adalah
Victoria yang melayani antara Yogyakarta- Magelang. Ada juga bis Oranje-Nassau
yang dipakai oleh anak-anak panti asuhan Van Der Steur di Meteseh. Berbagai
jenis angkutan bis tersebut memberi warna dalam perkembangan kota dan sistem
transportasi kota. Pesatnya Magelang menjadikan banyak di datangi orang-orang
Belanda, Cina, dan orang Arab saat itu. Bagian-bagian kota oleh Belanda sudah
di bangun sesuai dengan fungsinya, bagian untuk pemukiman, bagian untuk
perekonomian, bagian untuk pemerintahan, bagian untuk militer bahkan sampai
bagian untuk pemakaman sudah diatur dengan rapi. Terlihat waktu itu kompleks
pecinan yang terletak di tepi Kali Manggis, dimana saluran pembuangan langsung
mengalir ke kali yang lebar dan juga dapat berfungsi sebagai saluran irigasi di
Era Kolonial. Hal yang unik dari Magelang tempo dulu adalah nama-nama jalan
yang lebih bersifat kelokalan. Menariknya lagi di kampung Bogeman, karena
menggunakan nama penokohan pewayangan untuk nama jalan dan diberi tokoh wayang
yang terbuat dari kulit. Selain itu, keadaan penduduk Magelang jaman Era
Kolonial masih berbudaya barat karena banyaknya orang Belanda.
Magelang
berada di cekungan gunung yang mengelilinginya, di tengah-tengahnya terdapat
Bukit Tidar dan dua sungai besar mengalir membelahnya, yaitu Sungai Elo dan
Sungai Progo. Kondisi alam itulah yang menginspirasi masyarakat Magelang dalam mengembangkan
kotanya. Selain itu, karena letaknya berada di lembah memungkinkan terbentuknya
panorama yang indah. Seiring berjalannya waktu, Kota Magelang ternyata
menyimpan sejarah yang amat penting. Seperti bangunan-bangunan tua yang
didirikan pada masa kolonial yang sampai saat ini masih dapat ditemui di sudut
kota ini dan masih kokoh berdiri. Tentu saja bangunan tersebut memiliki peranan
penting pada masanya. Sangat disayangkan karena saat ini nama-nama lokal pada
era kolonial untuk nama jalan menjadi hilanh karena kebijakan yang salah
tempat, akibatnya sudah tidak ada lagi kearifan lokal dan menjadi tidak ada
artinya lagi. Sekarang ini Magelang sudah menjadi lebih baik, Alun-alun yang
dahulu nampak gersang dan kotor, sekarang menjadi nampak cantik dan segar
dengan adanya tanaman dan taman kecil yang menghiasi alun-alun. Kecantikan kota
Magelang sekarang ini sesuai dengan slogan, yakni “ Magelang Kota Sejuta Bunga”.
Selain taman kota, Magelang juga memiliki banyak tempat menarik untuk dikunjungi
seperti Wisata Kuliner yang ada sekitar kota; Taman Kyai Langgeng yang dapat
digunakan untuk rekreasi, penelitian, dan arum jeram; Pecinan yang dimana
menjadi pusat perbelanjaan di Kota Magelang; Ada juga Camdi Mendut, Candi
Borobudur, Candi Ngawen dan Candi Gunung
Wukir, dimana Candi Borobudur pernah masuk dalam 7 keajaiban dunia; Magelang
juga memiliki wisata air terjun yaitu Air Terjun Sekar Langit dan Air Terjun
Curug Silawe; Bukit Tidar yang dapat digunakan untuk menikmati pemandangan kota
menggunakan Tugu Akademi Militer; Jika ingin menambah wawasan, Magelang
memiliki 6 museum diantaranya Museum Sudirman, Museum Diponegoro, Museum Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Museum Taruna Akmil, Museum
Bumiputera, dan Museum Oei Hong Djien. Kota Magelang dikenal juga sebagai Kota
Gethuk. Gethuk merupakan makanan khas Kota Magelang yang terbuat dari ketela
pohon dan singkong, makanan ini mudah ditemukan di sekitar jalan Magelang.
Sekarang ini Magelang mendapat julukan sebagai ‘de Tuin van Java” yang artinya “Kota
Taman dari Jawa”. Kesejukan dan dinginnya udara di sekitar Magelang memang
menunjang keasrian kota yang di tata dengan taman-taman kota yang menarik.
Turut
berbangga karena Kota Magelang terpilih mewakili Jawa Tengah untuk maju ke
tingkat nasional lomba Anugerah Pangripta Nusantara 2014, yakni lomba Penyiapan
Rencana Kegiatan Pembangunan Derah. Untuk itu, Walikota Bapak Waluyo meminta
agar Kota Magelang bisa mempersiapkan diri dengan matang menghadapi penilaian.
Bapak Walikota juga menambahkan 100 bentuk kegiatan untuk meramaikan “Ayo ke
Magelang” yang akan digelar pada tanggal 1 Januari-31 Desember 2015. Semua itu
tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dan partisipasi dari masyarakat
sendiri. Supaya menjadi Kota Magelang yang nyaman, bersih, dan lebih baik kita
sebagai masyarakat Magelang berusaha untuk mendukung program pemerintah untuk
menjadikan Kota Magelang kota yang nyaman bagi bagi masyarakat sendiri dan masyarakat
dari luar daerah yang akan mengunjungi Kota Magelang. Jadi, sangat disayangkan
apabila tidak mengunjungi Kota Magelang yang nyaman dan sangat cantik ini.
Ini bentuk ringkasan ceritanya. Puji Tuhan! Lomba mengarang ini cuma dikasih durasi waktu 2,5 jam dan bisa aku seleseiin sebanyak 4 halaman folio dengan tulis tangan. Makasih buat Tuhan Yesus yang udah sertai dan berkati aku, buat orang tua yang udah nemenin aku ngerjain dan support aku buat seleseiin ini, buat cece kesayangan aku cece achel yang udah support dan doain aku juga hehe buat Ayuk, Dyta, EC, Ci Evelyn, Evelin, Ivan, Ine, Kak Ina, Ci Michelle, Kak Lydia, Ci Michelle, semua temen-temen yang udah support dan doain aku, maaf nggak bisa sebutin satu", makasih ya kalian. I love you all! Gbu :*
Ini bentuk ringkasan ceritanya. Puji Tuhan! Lomba mengarang ini cuma dikasih durasi waktu 2,5 jam dan bisa aku seleseiin sebanyak 4 halaman folio dengan tulis tangan. Makasih buat Tuhan Yesus yang udah sertai dan berkati aku, buat orang tua yang udah nemenin aku ngerjain dan support aku buat seleseiin ini, buat cece kesayangan aku cece achel yang udah support dan doain aku juga hehe buat Ayuk, Dyta, EC, Ci Evelyn, Evelin, Ivan, Ine, Kak Ina, Ci Michelle, Kak Lydia, Ci Michelle, semua temen-temen yang udah support dan doain aku, maaf nggak bisa sebutin satu", makasih ya kalian. I love you all! Gbu :*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar