Kamis, 29 Mei 2014

Di Balik Gemerlap Kota Magelang (Ringkasan dari Lomba Mengarang, 30 Mei 2014 di SMA Negeri 4 Magelang)



Magelang terletak di tengah Kabupaten Magelang. Dahulu Kota Magelang adalah ibukota dari Kabupaten Magelang sebelum mendapat kebijakan untuk mengurus rumah tangga sendiri sebagai kota baru. Kota Magelang merupakan kota yang sangat strategis karena berada di jalur utama Semarang-Yogyakarta. Hari jadi Kota Magelang di tetapkan tanggal 11April 907 Masehi. Kota Magelang mengawali sejarahnya sebagai desa perdikan Mantyasih, yang saat ini dikenal dengan Kampung Meteseh di Kelurahan Magelang.
Mantyasih kemudian berubah menjadi Meteseh, sedangkan Glangglang berubah menjadi Magelang. Dalam prasasti ini disebut pula Desa Mantyasih yang ditetapkan oleh Sri Maharaja Rake Watukara Dyah Balitung sebagai Desa Perdikan atau daerah bebas pajak yang di pimpin oleh pejabat patih. Ketika Inggris menguasai Magelang pada abad ke 18 diangkatlah Mas Ngabehi Danukromo sebagai Bupati pertama. Bupati ini yang kemudian merintis berdirinya Kota Magelang dengan membangun Alun-alun, bangunan tempat tinggal Bupati serta sebuah masjid. Setelah pemerintahan Inggris ditaklukkan oleh Belanda, kedudukan Magelang semakin kuat. Kota Magelang dijadikan pusat lalu lintas perekonomian. Selain itu karena letaknya yang strategis dengan udara Magelang yang nyaman serta pemandangannya yang indah kemudian Magelang dijadikan Kota Militer. Pemerintah Belanda  saat itu terus melengkapi sarana dan prasarana perkotaan. Menara air minum dibangun di tengah-tengah kota pada tahun 1918, perusahaan mulai beroperasi tahun 1927 dan jalan-jalan arteri diperkeras dan diaspal. Kota Magelang terdiri dari 3 kecamatan, yakni Magelang Utara, Magelang Selatan, dan Magelang Tengah yang dibagi-bagi lagi sejumlah kelurahan.
            Suasana Magelang pada Era Kolonial sangat ramai dan tenang, udaranya juga sejuk karena posisi Magelang yang di kelilingi 7 gunung. Keadaan jalan Magelang tempo dulu masih berdebu dan berbatu. Magelang berada di tengah-tengah antara kota Semarang, Yogyakarta dan Purworejo dan memiliki nilai strategis dalam pelayanan angkutan umum pada masanya. Angkutan ini tidak hanya melayani ke kota Semarang, Yogyakarta, dan Purworejo saja tetapi juga ke kota-kota kecil di sekitarnya. Angkutan umum itu berupa otobis, oplet, bemo ataupun kereta api. Angkutan bis saat tempo dulu juga sangat beragam, ada yang masih memakai lantai dan pintu kayu ataupun sudah sedikit modern. Salah satu bis di jaman Belanda adalah Victoria yang melayani antara Yogyakarta- Magelang. Ada juga bis Oranje-Nassau yang dipakai oleh anak-anak panti asuhan Van Der Steur di Meteseh. Berbagai jenis angkutan bis tersebut memberi warna dalam perkembangan kota dan sistem transportasi kota. Pesatnya Magelang menjadikan banyak di datangi orang-orang Belanda, Cina, dan orang Arab saat itu. Bagian-bagian kota oleh Belanda sudah di bangun sesuai dengan fungsinya, bagian untuk pemukiman, bagian untuk perekonomian, bagian untuk pemerintahan, bagian untuk militer bahkan sampai bagian untuk pemakaman sudah diatur dengan rapi. Terlihat waktu itu kompleks pecinan yang terletak di tepi Kali Manggis, dimana saluran pembuangan langsung mengalir ke kali yang lebar dan juga dapat berfungsi sebagai saluran irigasi di Era Kolonial. Hal yang unik dari Magelang tempo dulu adalah nama-nama jalan yang lebih bersifat kelokalan. Menariknya lagi di kampung Bogeman, karena menggunakan nama penokohan pewayangan untuk nama jalan dan diberi tokoh wayang yang terbuat dari kulit. Selain itu, keadaan penduduk Magelang jaman Era Kolonial masih berbudaya barat karena banyaknya orang Belanda.
            Magelang berada di cekungan gunung yang mengelilinginya, di tengah-tengahnya terdapat Bukit Tidar dan dua sungai besar mengalir membelahnya, yaitu Sungai Elo dan Sungai Progo. Kondisi alam itulah yang menginspirasi masyarakat Magelang dalam mengembangkan kotanya. Selain itu, karena letaknya berada di lembah memungkinkan terbentuknya panorama yang indah. Seiring berjalannya waktu, Kota Magelang ternyata menyimpan sejarah yang amat penting. Seperti bangunan-bangunan tua yang didirikan pada masa kolonial yang sampai saat ini masih dapat ditemui di sudut kota ini dan masih kokoh berdiri. Tentu saja bangunan tersebut memiliki peranan penting pada masanya. Sangat disayangkan karena saat ini nama-nama lokal pada era kolonial untuk nama jalan menjadi hilanh karena kebijakan yang salah tempat, akibatnya sudah tidak ada lagi kearifan lokal dan menjadi tidak ada artinya lagi. Sekarang ini Magelang sudah menjadi lebih baik, Alun-alun yang dahulu nampak gersang dan kotor, sekarang menjadi nampak cantik dan segar dengan adanya tanaman dan taman kecil yang menghiasi alun-alun. Kecantikan kota Magelang sekarang ini sesuai dengan slogan, yakni “ Magelang Kota Sejuta Bunga”. Selain taman kota, Magelang juga memiliki banyak tempat menarik untuk dikunjungi seperti Wisata Kuliner yang ada sekitar kota; Taman Kyai Langgeng yang dapat digunakan untuk rekreasi, penelitian, dan arum jeram; Pecinan yang dimana menjadi pusat perbelanjaan di Kota Magelang; Ada juga Camdi Mendut, Candi Borobudur, Candi Ngawen dan Candi  Gunung Wukir, dimana Candi Borobudur pernah masuk dalam 7 keajaiban dunia; Magelang juga memiliki wisata air terjun yaitu Air Terjun Sekar Langit dan Air Terjun Curug Silawe; Bukit Tidar yang dapat digunakan untuk menikmati pemandangan kota menggunakan Tugu Akademi Militer; Jika ingin menambah wawasan, Magelang memiliki 6 museum diantaranya Museum Sudirman, Museum Diponegoro, Museum Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Museum Taruna Akmil, Museum Bumiputera, dan Museum Oei Hong Djien. Kota Magelang dikenal juga sebagai Kota Gethuk. Gethuk merupakan makanan khas Kota Magelang yang terbuat dari ketela pohon dan singkong, makanan ini mudah ditemukan di sekitar jalan Magelang. Sekarang ini Magelang mendapat julukan sebagai ‘de Tuin van Java” yang artinya “Kota Taman dari Jawa”. Kesejukan dan dinginnya udara di sekitar Magelang memang menunjang keasrian kota yang di tata dengan taman-taman kota yang menarik.
            Turut berbangga karena Kota Magelang terpilih mewakili Jawa Tengah untuk maju ke tingkat nasional lomba Anugerah Pangripta Nusantara 2014, yakni lomba Penyiapan Rencana Kegiatan Pembangunan Derah. Untuk itu, Walikota Bapak Waluyo meminta agar Kota Magelang bisa mempersiapkan diri dengan matang menghadapi penilaian. Bapak Walikota juga menambahkan 100 bentuk kegiatan untuk meramaikan “Ayo ke Magelang” yang akan digelar pada tanggal 1 Januari-31 Desember 2015. Semua itu tidak akan terwujud tanpa adanya dukungan dan partisipasi dari masyarakat sendiri. Supaya menjadi Kota Magelang yang nyaman, bersih, dan lebih baik kita sebagai masyarakat Magelang berusaha untuk mendukung program pemerintah untuk menjadikan Kota Magelang kota yang nyaman bagi bagi masyarakat sendiri dan masyarakat dari luar daerah yang akan mengunjungi Kota Magelang. Jadi, sangat disayangkan apabila tidak mengunjungi Kota Magelang yang nyaman dan sangat cantik ini.

Ini bentuk ringkasan ceritanya. Puji Tuhan! Lomba mengarang ini cuma dikasih durasi waktu 2,5 jam dan bisa aku seleseiin sebanyak 4 halaman folio dengan tulis tangan. Makasih buat Tuhan Yesus yang udah sertai dan berkati aku, buat orang tua yang udah nemenin aku ngerjain dan support aku buat seleseiin ini, buat cece kesayangan aku cece achel yang udah support dan doain aku juga hehe buat Ayuk, Dyta, EC, Ci Evelyn, Evelin, Ivan, Ine, Kak Ina, Ci Michelle, Kak Lydia, Ci Michelle, semua temen-temen yang udah support dan doain aku, maaf nggak bisa sebutin satu", makasih ya kalian. I love you all! Gbu :*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar